Thursday, April 17, 2014

5 pilar islam

Islam adalah salah satu agama yang diyakini diturunkan dari langit. Agama Islam di tegakkan diatas lima pilar/perkara. Seperti yang pernah diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Islam ditegakkan diatas lima pilar : 1. Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan zakat, 4. Berhaji, 5. Berpuasa pada bulan Ramadhan”. Kelima pilar/perkara tersebut berdiri kokoh diatas sebuah landasan atau pondasi yang menjadi tumpuan masing-masing perkara, yaitu Iman.

Dua kalimat syahadat.

Sebuah persaksian bahwa tidak Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah merupakan hasil dari sebuah pencarian. Melalui sebuah perenungan tentang alam dan kejadiannya termasuk diri kita sendiri, bisa menimbulkan sebuah keyakinan tentang Allah. Juga melalui pengamatan aktifitas alam dan tanda-tandaNya yang setiap hari bisa kita temui. Baik diwaktu siang maupun diwaktu malam. Alam memberikan informasi kepada kita tentang “wujud”nya Allah. Dan alam juga memberikan “tekanan” kepada hati kita untuk tidak mengingkari tentang sebuah peran yang amat besar. Jauh lebih besar dari yang kita bayangkan tentang besarnya alam itu sendiri

Berputarnya bumi dan pergerakannya dalam mengitari matahari adalah bukti adanya kekuatan yang sangat-sangat besar. Selain jutaan bintang yang tersebar di angkasa yang terlihat di malam hari dan adanya hujan yang turun pada waktunya, tanda-tanda Allah juga bisa dilihat pada diri kita sendiri. Dari mulai terciptanya semua yang ada secara berpasangan, sampai pada proses kejadiannya sendiri. Tapi kebanyakan semua tanda-tanda tersebut tidak cukup kuat mempengaruhi hati manusia pada keyakinan tentang wujudnya Allah. Hanya diri yang “perduli” pada dirinya sendiri yang selalu akan berusaha untuk meyakinkan hatinya tentang Allah.

Berita-berita tentang tanda-tanda Allah di alam ini juga bisa diakses dari sebuah buku “petunjuk” yaitu Al Qur`an. Sebuah kitab yang berisi firman-firman Allah dan menjelaskan tentang banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan. Yang menjadi pembeda antara perbuatan yang benar dan yang salah. Yang juga menunjukkan kepada kita untuk memperhatikan banyaknya fenomena alam yang bisa dijadikan bahan renungan tentang ada dan kuasanya Allah terhadap semua yang ada di alam ini. sedangkan muara dari semua renungan dan pemikiran yang dilakukan adalah sebuah keyakinan. Yang akan membawa kita pada sebuah persaksian akan tauhidnya Allah dan kerasulan nabi Muhammad saw. sebagai utusan yang menerima wahyu dan menyampaikannya kepada seluruh umat.

Mendirikan shalat.

Buah dari keyakinan adalah ketaatan atau kepatuhan dalam menjalankan perintah. Dan Allah telah mewajibkan kepada Rasulullah saw. tentang pelaksanaan shalat. Yang berarti juga merupakan kewajiban bagi seluruh umatnya untuk menjalankan shalat. Dan hal ini berlaku bagi seluruh umat muslim yang sudah mencapai usia baligh. Baik laki-laki maupun perempuan. Lima waktu sehari semalam. Jumlah rakaat seluruhnya sebanyak 17 rakaat. Belum termasuk shalat-shalat sunnah yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. sebagai penyempurna shalat-shalat wajib. Dan Shalat menjadi sesuatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.

Untuk apa ? Sebagai realisasi dari sebuah keyakinan, kesaksian dan ketaatan. Dan sebuah keyakinan terhadap sabda Rasulullah bahwa Shalat adalah tiang agama, maka barang siapa mendirikan shalat berarti dia menegakkannya dan barang siapa meninggalkan shalat berarti dia telah merobohkannya. Juga sebuah informasi dari Al Qur`an, bahwa sesungguhnya shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Diharapkan, dengan melaksanakan shalat kita bisa menghindarkan diri dari sesuatu perbuatan yang dilarang oleh agama. Dan akan merangsang kita untuk selalu berbuat kebaikan, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain.

Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah. Mengingat Allah adalah suatu perbuatan yang bernilai sangat besar dari pada ibadah-ibadah yang lain. Karena ibadah yang tidak disertai dengan ingatan kepada Allah adalah sesuatu yang sia-sia. Seberapapun banyaknya kita beribadah, jika tanpa “mengingat” Allah, nilainya menjadi tidak sempurna. Oleh karena itu kita semua harus senantiasa berusaha untuk selalu mengingat Allah, baik di waktu berdiri, duduk maupun berbaring. Sehingga nantinya kita bisa di golongkan sebagai hamba-hamba yang senantiasa ingat kepada TuhanNya.

QS. Al Ankabuut 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ﴿٤٥﴾

“Utlu maa `uhiyaa ilaika minal kitaabi wa aqimish shalaata, innash shalaata tanhaa `anil fahsyaa`i wal munkari, waladzikrullahi akbaru, wallahu ya`lamu maa tashna`uuna”

”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Disamping beberapa alasan yang lain, shalat adalah sarana untuk berinteraksi dengan Allah. Jika kita shalat menghadap kiblat, yang ada diantara diri kita dan kiblat adalah Allah. Shalat juga sebagai sarana untuk meminta berbagai keinginan kita kepada Allah. Berdiri kita dalam shalat adalah sebuah kepatuhan memenuhi perintah. Ruku` yang kita lakukan adalah sebuah bentuk ketundukkan, penghormatan dan kesediaan untuk menjalankan semua yang diperintahkan. Sujud kita adalah sebuah bentuk kepasrahan dalam mengabdikan diri hanya kepadaNya. Dan duduk kita adalah sebuah ungkapan keinginan serta ucapan persaksian kita serta wujud shalawat kita kepada Rasulullah saw.

Menunaikan zakat.

Sebuah perintah hampir pasti mengandung maksud tertentu, tapi jika perintah itu datangnya dari Allah tidak ada lagi kata yang bisa menggugurkan perintah tersebut. Dan hanya Allahlah yang mempunyai maksud yang paling baik bagi hambanya. Sebuah perintah yang amat tulus. Yang tidak mengandung tendensi apapun seperti yang umumnya kita lakukan. Hanya ketulusan dan keikhlasan kita dalam mengeluarkan zakat itulah yang menjadi syarat akan ridhanya Allah pada pengorbanan harta kita.

Menunaikan zakat adalah bentuk keikhlasan kita dalam menerima Allah sebagai Tuhan kita. Dan sebagai wujud keikhlasan dalam mengorbankan sebagian harta yang kita miliki. Karena hakikatnya semua adalah milik Allah, sehingga jika Allah menghendaki sudah sepatutnyalah kita memberikannya. Dan pasti kelak Allah akan memberikan ganti yang jauh lebih besar dan lebih baik dari apa yang telah kita keluarkan berupa zakat. Karena pada hakikatnya Allah tidak memerlukan zakat kita. Allah hanya ingin menguji ketaatan kita dengan memberikan sebagian harta yang kita miliki, untuk kemudian “dikembalikan” lagi dalam jumlah yang tidak pernah kita duga.

Secara vertikal, pengeluaran zakat hanyalah sebuah ujian keikhlasan kita dari Allah, tetapi secara hubungan horizontal, yaitu hubungan dengan sesama manusia terdapat nilai yang sangat luhur. Yaitu nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan yang membangun sebuah kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan uluran tangan dari mereka yang mempunyai harta berlebih. Dan kepedulian kita terhadap sesama adalah bentuk kesadaran terhadap rasa saling membutuhkan seorang manusia dengan manusia yang lain. Dimana antara si kaya dan si miskin hanya terpisahkan oleh ketaqwaan. Bukan oleh materi yang hakikatnya hanya titipan Allah.

Berpuasa di bulan Ramadhan.

Sebuah kewajiban yang ditujukan bukan hanya untuk orang-orang yang hidup disaat ini saja, tetapi juga terhadap orang-orang yang hidup di zaman dahulu. Mengapa ? Allah hendak memberikan kesempatan kepada manusia untuk mengubah kualitas dirinya. Dari seorang yang selalu berbuat kerusakan dan dosa menjadi seorang hamba Allah yang senantiasa berbuat kebaikan selama sisa umurnya. Melalui media puasa Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih jalan mana yang ingin kita tempuh. Yaitu jalan hidup bermakna atau jalan hidup yang tidak bermakna sama sekali. Baik bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri.

Puasa adalah sarana. Dimana orang-orang jaman dulu banyak yang menyandarkan diri pada sarana puasa untuk bisa meraih apa yang diinginkannya. Dengan meminta sesuatu kepada sang Pencipta lalu berpuasa untuk beberapa lama, banyak dari keinginan-keinginan mereka terpenuhi. Sama seperti kita, jika kita menginginkan sesuatu yang berkaitan dengan kualitas kehidupan, kitapun dapat menggunakan media puasa untuk dapat meraihnya. Dengan bersandar pada kuasanya Allah kita bisa meminta untuk bisa berubah diri menjadi orang yang bertaqwa. Sehingga kita juga mempunyai kesempatan untuk mempunyai derajat yang tinggi di mata manusia juga mulia di hadapan Allah swt.

Jika kita beriman kepada Allah dan selalu memenuhi panggilan shalat serta berusaha untuk selalu dekat dengan Allah melalui shalat-shalat sunnah terutama shalat malam, Insya Allah apa yang kita inginkan berupa ketaqwaan akan terpenuhi. Syarat lainnya adalah jangan pernah mengesampingkan apa yang telah di perintahkan dalam Al Qur`an dan hadist Rasulullah saw. Zakat atau infaq hendaknya menjadi “kesenangan” yang tidak terputus. Jangan menolak untuk memberi sedekah kepada peminta-minta yang datang ke rumah kita. Sering-seringlah berpuasa dan jangan pernah abaikan puasa Ramadhan, karena bulan penuh berkah ini hanya datang sekali dalam setahun.

Selain banyaknya berkah yang turun, rahmat dan ampunan juga akan kita peroleh jika kita sungguh-sungguh dalam menjalankannya. Bahkan kita akan mendapat kebebasan dari panasnya api neraka. Sebuah impian yang mungkin bisa menjadi kenyataan jika kita sungguh-sungguh dalam berpuasa di bulan suci ramadhan. Allah menjadikan Ramadhan sebagai bulan suci. Dengan segala keistimewaan yang telah diberikan oleh Allah di bulan ramadhan, maka siapapun yang lalai berarti telah membangkang perintah Allah. Allah juga menjadikan sebuah malam di bulan ramadhan yang jika kita beribadah di malam tersebut pahalanya sebanding dengan ibadahnya seseorang selama seribu bulan atau 83 tahun. Itulah “Lailatul Qadr” yang sangat fenomenal.

Berhaji.

Pilar yang kelima Islam adalah pelaksanaan ibadah haji. Sebuah kewajiban dan ujian kepada umat Islam yang mempunyai kelebihan harta dari Allah untuk melaksakannya. Sebagai penyempurna ibadah umat muslim, haji juga merupakan ujian pengorbanan terhadap fisik dan materi serta keikhlasan untuk melakukan sebuah prosesi ibadah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Juga sebagai ujian mengenai keikhlasan dalam menerima Islam sebagai sebuah agama pilihan. Dimana haji merupakan sebuah ibadah yang juga mengandung makna menelusuri atau “napak tilas” perjalanan ibadah haji Rasulullah saw. Yang juga bisa dijadikan cermin kesediaaan untuk menerima diri sebagai hamba yang sama dengan hamba yang lain. Dari mulai pakaian yang dikenakan, kronologi pemenuhan syarat dan rukunnya serta tempat-tempat yang sama antara jama`ah yang satu dengan jama`ah yang lainnya..

Islam tidak pernah memberatkan umatnya. Dari mulai membaca syahadat yang tidak memerlukan biaya, shalat yang tidak mengharuskan dengan pakaian tertentu yang berharga mahal, cukup menutup dengan pakaian bersih dan sederhana yang bisa membungkus sebagian besar aurat. Sedekah yang tidak ada penentuan besar nominalnya, zakat yang demikian kecil prosentasenya serta puasa yang hanya berbekal keikhlasan hati dalam menjalankannya. Semua itu adalah syarat yang paling ringan untuk sebuah Ibadah kepada Allah. Karena tidak memerlukan berbagai makanan untuk setiap kali persembahan.

Tapi jika Allah memberikan rezeki berlimpahnya harta, kita diuji lagi dengan sebuah ibadah yang tidak hanya membutuhkan pengorbanan fisik, tapi juga dengan pengorbanan materi yang tidak sedikit. Dan hanya dengan itulah seorang muslim yang mempunyai kemampuan fisik dan materi yang berlebih bisa menyempurnakan ibadahnya. Berbeda dengan mereka yang tidak mempunyai kemampuan materi berlebih, ibadah haji seakan hanya dalam angan. Padahal dalam hati sangat ingin untuk bisa melaksanakannya. Tapi Allah berkehendak lain untuk masing-masing hambanya.

Walaupun hanya dengan berhaji kita bisa menelusuri perjalanan ibadah haji Rasulullah, tapi Allah tidak mewajibkan bagi muslim yang tidak mempunyai kemampuan materi yang cukup untuk bisa melaksanakannya. Itulah Islam. Tidak memberatkan, tapi tidak pula menimbulkan kesan bahwa orang masuk agama Islam bukan karena “kecil”nya biaya ibadah, tapi karena rasionalitas ketauhidan yang dibawanya. Dan haji adalah salah satu cermin yang menggambarkan kedudukan yang sama tiap diri manusia dihadapan Allah swt. tidak ada yang membedakan kecuali kadar ketaqwaannya.

Itulah kelima pilar Islam. Jika kita bisa berdiri diatas empat pilar saja sudah cukup memberikan kekuatan kita sebagai makhluk ibadah. Tapi jika kita bisa mengusahakan diri untuk mendapatkan satu pilar lagi, Insya Allah kita akan bisa memasangnya persis di tengah-tengah pilar yang lain. Yang akan membuat semakin kokohnya bangunan ibadah kita, hingga terjangan badai yang tersusun dari pasukan setan dan jin pun tak akan bisa mengubah atau menggoyangkan keimanan kita. Dan mati dalam Islam menjadi sebuah pilihan yang tidak akan bisa ditawar-tawar lagi. Mudah-mudahan Allah memberi kemudahan kepada kita semua untuk mewujudkan diri menjadi seorang hamba yang benar-benar akan mati dalam keadaan berserah diri hanya kepada Allah semata. Amiin.

Sekian.